Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi (Arief Ikhsanuddin)
Jakarta - Panwaslu Jakarta Barat merekomendasikan pemecatan terhadap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 47 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Mereka mengizinkan nomor pokok wajib pajak (NPWP) menggantikan kartu keluarga bagi daftar pemilih tambahan (DPTb).
"Ada pemilih nggak bawa KK. KPPS mengizinkan diganti NPWP. Kalau nggak masuk di DPT (daftar pemilih tetap), kalau punya KTP reguler, dia harus bawa KK asli. Bahkan ada suket (surat keterangan kependudukan). Kalau KK diganti dengan NPWP, itu pelanggaran," ujar Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi kepada detikcom, Jumat (24/2/2017).
Puadi mengatakan hal tersebut berdasarkan keberatan saksi salah satu pasangan calon. Panwaslu pun akan mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU Jakarta Barat.
"Kemarin (rapat pleno terbuka rekapitulasi suara) kan membacakan di depan umum. Secara resmi kita akan mengirim surat ke KPU Jakarta Barat hari ini," kata Puadi.
Selain rekomendasi pemecatan, Panwaslu Jakbar memberikan beberapa evaluasi. Hal yang dievaluasi antara lain masalah DPTb, sampai kurangnya sosialisasi pencoblosan.
Berikut adalah catatan Panwaslu Jakarta Barat dalam pelaksanaan pencoblosan pada 15 Februari 2017:
1.Permasalahan form DPTb hampir semua kecamatan yang ada di Jakarta Barat mengalami permasalahan ini. Di mana form DPTb yang tersedia hanya 20 di tiap TPS, sementara masyarakat yang ingin menggunakan hak pilih dengan jalur BPTb sangat banyak.
2. Antisipasi DPTb dengan diperbolehkannya memfotokopi form DPTb untuk menghindari konflik dengan penyelenggara. Tetapi, dari sisi legalitas formalnya masih dipertanyakan. Dan ini juga mempengaruhi legalitas hasil pemilu itu sendiri.
3. Masih adanya ditemukan kesalahan pengisian form berita acara atau C1. Perlu bimtek yg menyeluruh terhadap anggota KPPS. Kemarin, yang mengikuti bimtek hanya 3 dari 7 anggota KPPS.
4. Masih adanya KPPS yang tidak memberikan form C1 kepada pengawas TPS.
5. Keberatan saksi paslon dalam rekap ditingkat PPK yang dituangkan dalam form D2. Agar menjadi perhatian semua pihak untuk perbaikan pemilu berikutnya.
6.Keberatan saksi paslon di Grogol Petamburan, terkait TPS 5 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, yaitu kesalahan mengisi berita acara berhologram. Itu akan berdampak terhadap perolehan hasil, ini perlu dicermati kembali oleh KPU, terkait minimnya bimbingan teknis yang dilakukan.
7. Keberatan saksi paslon terkait diperbolehkannya pemilih di luar DPT yang tidak membawa KK tapi diganti dengan NPWP oleh KPPS seperti di TPS 47 dan berita acara asli 2 lembar yg dibawa pulang oleh ketua KPPS di TPS Wijaya Kusuma menjadi sorotan kami untuk memberikan rekomendasi pemberian sangsi atau pemecatan dari KPU Jakarta Barat.
8. Dalam kurun waktu 2 bulan ke depan, pemilih yang masih di DPTb tetap disosialisasikan agar masuk menjadi pemilih di DPT.
9. Kurang sosialisasi surat edaran Nomor 162/KPU-Prov-10/II/2017 tentang Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara, surat edaran tersebut baru keluar tanggal 13 Februari 2017 sedangkan, pelaksanaan pemilu 15 Februari 2017. Sehingga, sosialisasi hanya satu hari.
10. Prosedur pemungutan dan penghitungan yang masih kurang maksimal yang dilakukan oleh KPPS, karena kurang sosialisasi dan bimtek KPPS.
"Ada pemilih nggak bawa KK. KPPS mengizinkan diganti NPWP. Kalau nggak masuk di DPT (daftar pemilih tetap), kalau punya KTP reguler, dia harus bawa KK asli. Bahkan ada suket (surat keterangan kependudukan). Kalau KK diganti dengan NPWP, itu pelanggaran," ujar Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi kepada detikcom, Jumat (24/2/2017).
Puadi mengatakan hal tersebut berdasarkan keberatan saksi salah satu pasangan calon. Panwaslu pun akan mengirimkan surat rekomendasi kepada KPU Jakarta Barat.
"Kemarin (rapat pleno terbuka rekapitulasi suara) kan membacakan di depan umum. Secara resmi kita akan mengirim surat ke KPU Jakarta Barat hari ini," kata Puadi.
Selain rekomendasi pemecatan, Panwaslu Jakbar memberikan beberapa evaluasi. Hal yang dievaluasi antara lain masalah DPTb, sampai kurangnya sosialisasi pencoblosan.
Berikut adalah catatan Panwaslu Jakarta Barat dalam pelaksanaan pencoblosan pada 15 Februari 2017:
1.Permasalahan form DPTb hampir semua kecamatan yang ada di Jakarta Barat mengalami permasalahan ini. Di mana form DPTb yang tersedia hanya 20 di tiap TPS, sementara masyarakat yang ingin menggunakan hak pilih dengan jalur BPTb sangat banyak.
2. Antisipasi DPTb dengan diperbolehkannya memfotokopi form DPTb untuk menghindari konflik dengan penyelenggara. Tetapi, dari sisi legalitas formalnya masih dipertanyakan. Dan ini juga mempengaruhi legalitas hasil pemilu itu sendiri.
3. Masih adanya ditemukan kesalahan pengisian form berita acara atau C1. Perlu bimtek yg menyeluruh terhadap anggota KPPS. Kemarin, yang mengikuti bimtek hanya 3 dari 7 anggota KPPS.
4. Masih adanya KPPS yang tidak memberikan form C1 kepada pengawas TPS.
5. Keberatan saksi paslon dalam rekap ditingkat PPK yang dituangkan dalam form D2. Agar menjadi perhatian semua pihak untuk perbaikan pemilu berikutnya.
6.Keberatan saksi paslon di Grogol Petamburan, terkait TPS 5 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, yaitu kesalahan mengisi berita acara berhologram. Itu akan berdampak terhadap perolehan hasil, ini perlu dicermati kembali oleh KPU, terkait minimnya bimbingan teknis yang dilakukan.
7. Keberatan saksi paslon terkait diperbolehkannya pemilih di luar DPT yang tidak membawa KK tapi diganti dengan NPWP oleh KPPS seperti di TPS 47 dan berita acara asli 2 lembar yg dibawa pulang oleh ketua KPPS di TPS Wijaya Kusuma menjadi sorotan kami untuk memberikan rekomendasi pemberian sangsi atau pemecatan dari KPU Jakarta Barat.
8. Dalam kurun waktu 2 bulan ke depan, pemilih yang masih di DPTb tetap disosialisasikan agar masuk menjadi pemilih di DPT.
9. Kurang sosialisasi surat edaran Nomor 162/KPU-Prov-10/II/2017 tentang Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara, surat edaran tersebut baru keluar tanggal 13 Februari 2017 sedangkan, pelaksanaan pemilu 15 Februari 2017. Sehingga, sosialisasi hanya satu hari.
10. Prosedur pemungutan dan penghitungan yang masih kurang maksimal yang dilakukan oleh KPPS, karena kurang sosialisasi dan bimtek KPPS.